Minggu, 08 Januari 2012

Catatan Perjalanan ke Desa Tertinggal

Dikirim oleh Aqila - pada Friday, 30 December 2011

Catatan Perjalanan Ke Atiahu, Seram Bagian Timur, Dalam Rangka Diklat Pendampingan Sosial Program Desa Sejahtera

Oleh: Siti Rohmanatin Fitriani, S.Th.I, MA

Seram Bagian Timur, Nama kabupaten yang bagi saya cukup asing. Ketika 6 bulan yang lalu saya mendapat info bahwa saya akan ada tugas untuk melakukan diklat di sana, saya langsung mencari-cari informasi tentang lokasi kabupaten ini. Saya bertanya pada teman-teman di Ambon. Mereka balik bertanya “tepatnya mau ke daerah mana bu...?”. saya jawab, "Desa Atiahu".


Dengan detil mereka menerangkan transportasi apa saja yang harus saya gunakan untuk sampai ke sana. Pertama, dari Ambon naik mobil ke pelabuhan, kemudian naik kapal feri, dilanjut dengan naik mobil lagi menuju Tehoru. Sesampai di Tehoru, nyebrang lagi dengan menggunakan speedboat. Saat mendapat info itu, yang terlintas di pikiran saya adalah “Oh My God....Jauh juga ya.....”
Akhirnya.. awal Desember kemarin, datanglah saatnya saya berangkat ke Atiahu, Seram Bagian Timur, dengan memori keterangan yang saya peroleh 6 bulan yang lalu. Dari Jayapura naik pesawat ke Makassar, kurang lebih 3,5 jam perjalanan. Karena sudah sore, saya bersama rombongan 7 orang kawan dari kantor menginap di Makassar. Dini hari, sekitar jam 4 pagi, kita sudah berada di Bandara Hasanuddin untuk naik pesawat menuju Ambon. Perjalanan sekitar 1,5 jam. Tepat Jam 08.00 WIT kita sampai di Bandara Pattimura. Dari sini petualangan dimulai. Ini dia, “perjalanan jauh kita” yang memang sudah terbayangkan di benak saya. 
Kami naik mobil ke Pelabuhan Liang, kurang lebih 1 jam. Lanjut dengan Kapal fery, kurang lebih 2 jam. Dari pelabuhan penyeberangan, kita naik mobil lagi menuju Tehoru. Sampai matahari hampir terbenam di u***** Barat,  mobil belum juga sampai ke Tehoru. Saya bertanya sama pak supir, “Kira-kira sampai tehoru jam berapa ya pak...?” Dengan santai pak supir menjawab.... “Mungkin Tengah Malam bu....”. Gubrak..... Oh My God. Saya memang sudah membayangkan perjalanan ini jauh. Tapi saya tidak membayangkan perjalanan akan sejauh dan memakan waktu selama itu.
Setelah matahari benar-benar terbenam, betapa lengkap keterkejutan saya melihat rumah-rumah di sepanjang jalan yang kita lalui menuju Tehoru belum terpasang listrik. Walhasil, Jalan gelap gulita... Saya sudah membayangkan... Bagaimana bentuknya Atiahu ya. 
Akhirnya... Jam 22.00 WIT mobil sampai di Tehoru. Pelabuhan sudah gelap. Ternyata pelabuhannya sangat kecil, dan berada di kampung nun jauh di sana. Begitu sampai. Ternyata... Masih ada Speed boat yang mau mengantar kami ke Atiahu malam itu. Spontan saya bertanya.. “Berapa lama pak naik speed nya...?”. Pemilik Speed menjawab “2 jam bu....”. “Whaaaaaaaaaatttttt!!!!!!”.Rasa putus asa mulai menyergap... Spontan saya berkata “ Stop sudah.... kita lanjutkan perjalanan esok hari....., daripada mati konyol malam-malam di tengah laut”.
Akhirnya, kita bermalam di Atiahu.... Keesokan paginya. Speed boat sudah menunggu. Saya dan rombongan langsung melaju. Melihat keindahan laut yang dikelingi pulau-pulau di Tehoru.... Terbalas rasanya rasa capek perjalan dua hari dari Jayapura. Speed melaju dengan kencang. Menabrak ombak-ombak laut yang rasanya seperti goncangan-goncangan keras.
Setelah 2 jam. Speed mulai merapat di bibir pantai Desa Atiahu.. Tidak ada dek kapal. Tidak Ada Pelabuhan. Tidak ada apapun.. Hanya pantai dengan pasir dan kerikil. Dalam Hati saya berkata. “THIS IS IT, ATIAHU”. Di Pantai sudah menunggu beberapa orang. Ternyata mereka adalah Panitia penyelenggara dari Kabupaten Seram Bagian Timur yang sudah dari kemarin menunggu kita di bibir pantai. Kasiaaaaannnnn...... Maklum, sinyal HP tidak ada. Jadi, kita tidak bisa mengkomunikasikan kepastian sampainya kita di pantai Tehoru. 
“Selamat datang di Atiahu”. Senang sekali mendengar sapaan itu. Rasanya sudah selesai perjalanan jauh ini. Tapi... tunggu dulu.... Ternyata belum selesai.. Kita masih harus naik Ojek lagi menuju lokasi diklat. Menyusuri jalan-jalan di kampung dan keluar masuk sungai. Karena sebagian besar sungai-sungai besar di sana tidak ada jembatannya. Jadi, kendaraan harus turun ke sungai, kemudian naik lagi. Untung walaupun sungainya besar tapi airnya tidak dalam.
Sampailah kita di lokasi diklat. Di Kantor kecamatan Siwalalat. Kecamatan ini baru dimekarkan. 1 tahun yang lalu. Gedungnya masih baru. Ada kurang lebih 10 ruangan, tapi masih terlihat kosong, karena pegawai yang ada di kantor kecamatan ini hanya 3 orang. Kantor itu juga dilengkapi dengan ruang pertemuan dengan ukuran kurang lebih 3 m x 6 m.  Tempat inilah yang akan digunakan untuk kelas diklat. Yup... Lumayan, tidak terlalu kecil. Tapi mungkin akan sedikit panas. Karena tidak ada listrik. OK. I’m ready with all of these.Setelah melihat-lihat lokasi diklat. Kita makan siang dan santai-santai di lokasi penginapan.
Begitu matahari sudah hampir terbenam. Dengan diantar oleh anak bapak camat yang masih SMP, saya dan seorang teman perempuan berangkat mandi ke sungai. Sebagian besar penduduk desa di sini mandi di Sungai. Airnya sangat jernih. Tapi....tempat mandinya berada di areal yang sangat terbuka. OK, kapan lagi saya mandi di sungai. Saya nikmati saja fasilitas yang ada di sini dengan enjoy, selama 8 hari.
Kenangan Indah, Perjalanan berat dari Jayapura rasanya terbayarkan ketika saya melihat keindahan laut dan pantai-pantai di Atiahu. Belum pernah rasanya melihat yang seindah ini. Ikan berenang di mana-mana. Semilir angin yang menyejukkan. Sunset  yang luar biasa... Itu semua bisa dinikmati setiap saat. Karena semuanya sudah ada di depan mata.
Di depan rumah, fasilitas minim yang ada di Atiahu juga tidak meninggalkan kenangan pahit. Justru kenangan itu menjadi kenangan yang menyenangkan. Setiap pagi kita berangkat ke sungai yang jaraknya sekitar 200 meter dari rumah yang kita tempati. Sepanjang perjalanan bertemu dengan anak-anak yang mau berangkat sekolah. Satu hal yang tak bisa kulupakan adalah “Semua anak yang bertemu dengan kita, selalu mengucapkan Assalamualkaikum”. Rupanya budaya ini ditanamkan sejak kecil. Sudah jarang rasanya saya mendengar sapaan itu dari sesama muslim sekalipun. Apalagi bagi kita yang tinggal di Jayapura. Di mana Islam adalah agama yang..bisa dibilang minoritas. Bukannya saya RASIS. Tapi sapaan itu seakan-akan menyentuh rasa dan jiwa saya yang terdalam... rasa yang seakan sudah hilang tertutup debu-debu modernisasi dan sapaan-sapaan gaul.
Pengalaman terindah yang sampai saat ini membuat hati saya seakan terikat di Atiahu adalah keramahan, kejujuran, dan kehangatan orang-orangnya. Baru 1 hari saya di sana.. rasanya sudah seperti saudara. Semua orang menyapa hangat. Semua orang menawarkan keramahan. Dan semua orang tidak menyembunyikan kebohongan. Saya ingat sekali ketika suatu saat kita berdiskusi di kelas mengenai anak terlantar. Peserta yang tergabung dalam Kelompok kerja yang menangani anak terlantar ,mengatakan ada 6 orang anak yang tidak bisa sekolah karena faktor biaya. Ketika saya tanya.. “Bayar sekolah di sini berapa?” Mereka menjawab “Rp. 10.000/ semester bu...” Hati saya rasanya seakan-akan dihantam sedemikian kerasnya, sehingga tidak bisa saya tahan tetesan air mata jatuh di pipi.....Oh My God.....
Saya langsung teringat saat-saat saya membelanjakan uang dengan sedemikian mudahnya di supermarket, di warung makan dsb. Padahal uang itu sangat berharga di Atiahu. UANG RP. 10.000 YANG DI JAYAPURA HANYA DAPAT 1 BUNGKUS ES BUAH. DI ATIAHU BISA MEMBANTU 1 ORANG ANAK UNTUK TETAP BISA MELANJUTKLAN SEKOLAHNYATidak adil sekali rasanya melihat kondisi yang ada di Atiahu ini. Di Ujung pelosok Indonesia, dengan fasilitas minim, transportasi sulit dan mahal, dan keterbatasan ekonomi yang luar biasa.
Semua itu tidak membuat masyarakat geram dan marah terhadap Pemerintah Indonesia. Tidak juga menjadikan mereka orang yang tidak peduli pada orang lain. Tidak juga menghilangkan SENYUM yang selalu terukir di bibir mereka.
Saya rindu senyum itu......
Saya ingin membuat.... Senyum itu tetap selalu ada... apapun yang terjadi.
Foto-foto bisa dilihat di

TRC KEMENSOS RI - SAMBAS

Dikirim oleh roni - pada Monday, 02 January 2012

Suara Hati Camar Wulan “ Kami Masih Indonesia ” 

Oleh: Roni Supiana 

"lumbuk emping di terang bulan gadis tersenyum memandang perjaka
 Pemerintah  sering ke camar wulan, semoga perbatasan  jadi serambi muka“
sebuah pantun  ungkapan hati dari masyarakat camar wulan.
Isu hangat tentang pencaplokan wilayah  NKRI oleh Negara serumpun kita Malaysia akhiir – akhir ini kembali mencuat baik di media cetak maupun elektronik. permasalahan tapal  batas atau patok wilayah yang bergeser  dan masalah kesenjangan sosial yang dialami masyarakat perbatasan menjadi perhatian media  nasional akhir – akhir ini.
Untuk menjawab isu masalah sosial  yang berkembang dimasyarakat , Kementerian Sosial RI sebagai penanggung jawab masalah sosial  menugaskan Team Reaksi Cepat ( TRC ) Kementerian Sosial RI  pada tanggal 27 – 30  Desember 2011 terdiri dari 8 personil  ke wilayah Perbatasan  dusun camar wulan tepatnya perbatasan antara desa temajuk  kecamatan paloh kabupaten sambas Kalimantan barat yang berbatasan dengan desa melano ( Malaysia ) untuk  menganalisis penilaian cepat  masalah sosial dan melihat lebih jauh fakta  dilapangan.


Dusun Camar Wulan  tepatnya di desa temajuk  dengan luas wilayah 231,00 km2  terdiri dari 6 RW 16 RT 3 Dusun dengan jumlah penduduk 1,732 jiwa  dihuni 497 KK, mayoritas bermata pencaharian nelayan dan berkebun .

Menanggapi isu masalah tapal batas dan permasalahan sosial di perbatasan  menurut koresponden kami dilapangan  Bpk.Parhat sebagai Kepala urusan Umum desa temajok  mengungkapkan masyarakat  untuk saat ini tidak ditemukan adanya pergeseran tapal batas antara desa temajuk  ( Indonesia ) dan desa melano ( Malaysia ) hubungan masyarakat desa temajuk dan melano masih terjaga  dengan baik , rasa nasionalisme masyarakat masih tinggi ,hidup rukun dan berdampingan, dan tidak ada pergesekan antara kedua desa  dikarenakan masih satu keturunan dan keluarga dengan desa maelano ( Malaysia )  dan masyarakat  memiliki ketergantungan satu sama lain dalam hal berniaga .

 yang dibutuhkan masyarakat temajuk saat ini ungkap Bpk Parhat adalah   pemecahan masalah Abrasi Pantai ,kekurangan bantuan sembako ,kebutuhan kesehatan  karena untuk saat ini temajuk hanya mempunyai 1 puskesmas pembantu   dengan 1 mantri dan 1 bidan tidak adanya dokter,infrastruktur seperti akses jalan menuju temajuk yang masih sulit ditempuh jalur darat  maupun jalur laut ,pengairan drainase untuk saat ini belum tertata dengan baik, tidak adanya penerangan serta fasilitas telekomunikasi guna menunjang aktivitas keseharian masyarakat.

Fasilitas di desa temajuk  yang ada untuk saat ini
Fasilitas kesehatan :
1 PUSKESMAS Pembantu ,1 PUSTU, 1 POLINDES,2 POSYANDU
Fasilitas
Pendidikan :
1 TK, 2 SD , 1 SMP , 1 SMA
Keamanan :
3 personil polisi
ditahun 1986 kementerian Sosial RI memberikan Program Bantuan  LIPOSOS 100 Pintu . saat ini hanya tersisa 8 rumah diantaranya 4 rumah masih dihuni dan 4 rumah tidak berpenghuni dikarenakan keadaan rumah sudah rusak berat.

Harapan masyarakat pada umumnya adanya perhatian baik dari pemerintah pusat dan daerah pada masyarakat yang tinggal di perbatasan  dan perbaikan kehidupan kepada masyarakat perbatasan dan rasa nasionalisme kami masih tinggi untuk NKRI dan mohon untuk media nasional  mengurangi isu isu yang tidak benar faktanya karena isu yang tidak benar membuat masyarakat resah dan mengganggu kerukunan kami yang kami pupuk  sebagai masyarakat perbatasan  unkap Bpk.Mulyadi sebagai kepala desa  Temajuk .

Program Kesejahteraan Sosial Anak Perlindungan Khusus Komunitas Adat Terpencil

Untuk tahun 2011 ini, Kementerian Sosial RI melalui Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak Subdit Anak Memerlukan Perlindungan Khusus untuk Komunitas Adat Terpencil, ( PKS-AMPK KAT ) memperluas jangkauan pelayanannya, bekerjasama dengan Lembaga Perlindungan Anak Propinsi Banten, memberikan tabungan PKSA kepada 200 anak Baduy, Kabupaten Rangkasbitung Propinsi Banten.

Adapun proses pembuatan atau pengisian formulir di Bank BRI Rangkasbitung dilakukan dalam 8 periode, masing-masing periode berjumlah 25 anak dan 25 orangtua yang dimulai tanggal 12 Desember sampai tanggal 21 Desember 2011. Masing-masing anak mendapatkan uang tabungan sebesar Rp. 1500.000,- untuk satu tahun dengan total keseluruhan sebesar 300 juta rupiah. Tokoh masyarakat Baduy yang mendampingi Sakti Peksos ke Bank Rangkasbitung, Kang Sarpin, disambut oleh staf Bank yaitu  Ibu Nunung dan dengan tertib para orangtua beserta anak-anaknya  mulai melakukan transaksi di bank, meliputi pemeriksaan kelengkapan administrasi, tanda tangan dan tatacara pengambilan tabungan sesuai dengan petunjuk dari Kemensos RI.
Sosialisasi tentang PKSA yang dilakukan oleh pihak Lembaga, Sakti Peksos, Dinas Sosial Propinsi dan instansi terkait lainnya terhadap masyarakat Baduy yang terkenal dengan tradisinya memegang teguh adat leluhur yang tanpa tersentuh peradaban dunia, telah membuka hati dan pikiran masyarakat, khususnya para orangtua yang mulai mengerti dan memahami pentingnya pendidikan/sekolah demi masa depan anaknya. Tradisi yang dijunjung tinggi memang harus dilestarikan tapi hal itu bukanlah suatu penghalang untuk kemajuan anak-anak mereka 

Launching LPSE di Kementerian Sosial

MENTERI SOSIAL MELUNCURKAN (LAUNCHING) LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK (LPSE) KEMENTERIAN SOSIAL RI

Dalam rangka mendukung reformasi birokrasi, Menteri Sosial RI tanggal 5 Januari 2011 telah meluncurkan (launching) Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kementerian Sosial. Dalam peluncuran tersebut dihadiri oleh seluruh pejabat eselon 1, 2, staf Ahli Menteri, Staf khusus, tenaga ahli menteri, dan Ketua LKPP yang diwakili Deputi Bidang Monitoring, Evaluasi Dan Pengembangan Sistem serta Deputi Bidang Pengembangan Strategi Dan Kebijakan LKPP.


LPSE Kementerian Sosial merupakan unit kerja penyelenggara sistem elektronik pengadaan barang/jasa yang didirikan untuk memfasilitasi ULP/Pejabat Pengadaan pada tiap unit kerja eselon (UKE) 1 dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik.
Seperti diketahui, untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan transparansi dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah diperlukan sistem pengadaan barang/jasa Pemerintah yang baik dan handal. Untuk itu, maka perlu diperkenalkan sistem pengadaan secara elektronik atau e-procurement.  Dengan mengimplementasikan sistem ini, maka dapat dimungkinkan adanya efisiensi sekurang-kurangnya 30% dalam belanja.
Di samping itu, manfaat utama sistem e-procurement ini adalah aspek non-contact dari para pihak yang terlibat dalam pengadaan. Dengan demikian, sistem ini akan mengurangi mengurangi KKN dan keengganan seseorang menjadi Panitia pengadaan. Sebagaimana dimaklumi, menjadi Panitia Pengadaan bukanlah pekerjaan yang sederhana terutama pada saat berhadapan dengan peserta lelang. Dengan sistem ini, panitia hanya tinggal menerima penawaran dari penyedia barang/jasa melalui internet. PPK baru berhadapan dengan penyedia setelah penawaran dari calon penyedia dievaluasi dan ditetapkan sebagai pemenang lelang.
Pembangunan LPSE yang juga merupakan syarat remunerasi, diharapkan akan dapat mewujudkan pengadaan barang dan jasa yang Efisien, Efektif, Terbuka, bersaing, Transparan Adil/tidak diskriminatif dan Akuntabel. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dirasakan perlu untuk me - launching LPSE di lingkungan Kementerian Sosial RI.

Hasil Temu Karya Wilayah Karang Taruna Jakarta Selatan 7 - 8 Januari 2012

Selamat atas terpilihnya saudara FARID RAHMAN S.Sos sebagai ketua 
KT JAKARTA SELATAN Masa Bakti 2012-2017 
semoga dapat memberikan perubahan yang lebih baik demi kemajuan 
Karang Taruna Milik Kita Semua.


Salam Adhitya Karya Mahatva Yodha

 
/div>